Kenali Diri Sendiri, Kenali Lawan; Maka Kemenangan Sudah Pasti Ada di Tangan!
Kenali Medan Pertempuran, Kenali Iklim; Maka Kemenangan Akan Sempurna!
(Sun Tzu)
Arti Penting Pemetaan Politik
Berasumsi
adalah problem klasik yang menghinggapi banyak kandidat Pilkada di
Indonesia. Kandidat berasumsi masyarakat sudah sekian persen
mendukungnya. Kandidat berasumsi masyarakat di wilayah A sudah total
mendukungnya karena tokoh-tokoh masyarakatnya sudah menyampaikan
dukunganya. Dan segudang asumsi lainnya yang membuat hati kandidat
membumbung tinggi dan tertutup terhadap kritik. Oleh karenanya, mereka
berbicara dan bertindak tidak lagi berdasarkan data yang valid yang bisa
dibuktikan. Padahal bertindak berdasarkan asumsi adalah sebuah awal
kekalahan yang sangat fatal. Dan awal kekalahan ini akan berefek domino
pada kekalahan-kelalahan berikutnya hingga H pencoblosan dilaksanakan.
Pada
akhir tahun 2008 kami berkesempatan melakukan pendampingan pemenangan
Pilkada di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Dalam sebuah
kesempatan kami berdiskusi dengan istri dari kandidat yang menjadi kilen
kami. Kami berdiskusi tentang berbagai program dan kegiatan yang telah
ia lakukan untuk membantu suaminya memenangkan Pilkada. Dengan semangat
Ia menceritakan berbagai kegiatan yang telah ia lakukan, salah satunya
yang menurutnya luar biasa adalah ia telah membagi-bagikan kerudung
kepada ibu-ibu majelis taklim di desa-desa. Dengan aksinya tersebut
istri kandidat ini merasa yakin bila ibu-ibu akan memilih suaminya pada
Pilkada nanti. Lalu kami bertanya kepadanya bagaimana bila istri dari
kandidat pesaing juga melakukan hal yang sama dan bahkan memberikan
kerudung atau barang lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Apakah ibu-ibu
di desa akan tetap memilih suaminya atau justru akan memilih kandidat
pesaing?
Sebagian
kalangan dan pengamat percaya sekali bahwa ”aksi tebar sembako” adalah
segalanya dalam Pilkada. Tapi seseungguhnya persoalan di lapangan tidak
lah sesederhana itu. Karena bila semua kandidat melakukan aksi tebar
sembako yang sama lalu siapa yang akan dipilih oleh masyarakat?. Apakah
masyarakat akan memilih kandidat yang memberikan barang paling banyak,
atau kandidat yang memberikan sembako paling awal, atau kandidat yang
memberikan sembako paling akhir?. Atau malah sebaliknya, justru karena
seorang kandidat menyebarkan sembako, masyarakat menjadi tidak simpati
terhadapnya. Hal-hal
semacam ini lah yang menjadi persoalan di lapangan dan wajib diketahui
oleh kandidat yang ingin memenangkan Pilkada dengan efektif dan efisien.
Sebab
setiap masyarakat memiliki kecenderungan sikap yang berbeda-beda
terhadap suatu program atau aksi yang dilakukan oleh kandidat. Demikian
juga dengan aksi tebar sembako, kandidat
harus berhati-hati dengan aksi ini karena selain belum tentu bisa
mempengaruhi perilaku pemilih, tindakan semacam ini juga hanya menguras
kantong kandidat. Dan tentunya tidak mendidik bagi proses demokrasi di
Indonesia.
Memenangkan Pilkada, kata kuncinya adalah strategi pemenangan yang diterapkan oleh kandidat. Strategi
ini lah yang sesungguhnya menentukan seorang kandidat menang atau kalah
dalam sebuah Pilkada. Strategi yang dimaksud disini adalah bagaimana
cara atau jurus seorang kandidat dalam mengalahkan lawan-lawannya.
Kandidat bisa menggunakan jurus David Carradine dalam film Kung Fu: The Legend Continues yang mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus yang efektif dan memanfaatkan tenaga lawan. Atau kandidat memilih gaya Rambo
yang memborbardir musuhnya dengan segala amunisi tanpa ampun sedikit
pun. Jurus Kung Fu David Caradine adalah sebuah ilustrasi yang indah
bagaimana ia mengalahkan lawan-lawannya dengan satu-dua gerakan yang
efektif dan efisien tenaga. Sebaliknya, Rambo mengalahkan musuh-musuhnya
dengan membombardirnya dengan semua kekuatan yang dia miliki, tanpa
memberikan kesempatan lawannya untuk membalasnya. Untuk bisa menentukan
jurus atau strategi mana yang tepat, kandidat paling tidak harus
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta lawan yang akan
dihadapi. Dalam konteks politik, kandidat harus mengetahui peta politik
secara akurat.
Pemetaan
politik bukanlah penggalian informasi atau isu-isu secara serampangan.
Pemetaan politik juga bukan pengumpulan informasi yang dilakukan oleh
tim sukses atau pendukung. Pengalaman di berbagai Pilkada, banyak
kandidat menentukan strategi dan program berdasarkan informasi yang
tidak jelas asal usulnya dan metode penggaliannya. Misalnya, isu tentang
kelompok masyarkat tertentu mendukung atau tidak mendukung kandidat A,
masyarakat membutuhkan program atau barang A dan lain sebagainya.
Syukur bila informasi itu benar adanya, tetapi bila informasi itu salah,
kandidat bisa masuk ”jurang”. Selain akan terkuras energinya,
kandidat bisa melakukan berbagai hal yang kontra produktif. Kami
sering sekali mendampingi kandidat bertemu dengan orang-orang dekat
kandidat, tim sukses, dan pendukung dimana mereka selalu memberikan
informasi yang serba manis kepada kandidat. Mereka selalu memberikan
laporan yang sifatnya pujian dan hanya untuk melambungkan hati kandidat
atau hanya untuk menunjukan mereka sudah bekerja. Sialnya, banyak
kandidat yang menerima informasi tersebut bulat-bulat, dan cenderung
lebih senang dengan informasi sampah semacam itu. Saran atau informasi
yang sifat jujur atau tidak enak didengar ditelinga kandidat dibuang
jauh-jauh. Pada akhirnya, hasil Pilkada menjadi bukti dari segala ucapan
mereka.
Peta
politik adalah seperangkat informasi yang valid yang menggambarkan
secara jelas menyangkut kandidat sendiri, pesaing, masyarakat (pemilih),
media komunikasi, dan berbagai isu strategis. Peta politik ini sangat
penting dimiliki oleh setiap kandidat. Peta politik ini akan menuntun
kandidat untuk menentukan jalan yang paling efektif dan efsien untuk
mencapai tujuan. Ibarat seseorang yang akan menuju suatu tempat, bila ia
membawa peta kandidat tidak akan tersesat di jalan dan bahkan bisa
menentukan jalan mana dan kendaraan apa yang akan ia gunakan untuk
mencapai tujuan secara cepat dan efisien. Dengan peta politik ini
kandidat juga akan mengetahui berbagai kelemahan dan kekuatan diri
sendiri dan pesaingnya. Dengan memiliki peta politik ini kandidat tidak
akan terkecoh atau terpancing dengan berbagai informasi atau isu yang
menyesatkan. Kandidat tetap bisa fokus dengan target dan sasaran yang
harus ditempuh dan mengabaikan hal-hal yang tidak terlalu penting.
Kepada kandidat kami sering menyitir pemikiran ahli filsafat perang Sun Tzu untuk menggambarkan pentingnya pemetaan politik. Sun Tzu mengatakan, ”Kenali
diri sendiri, kenali lawan; maka kemenangan sudah pasti ada di tangan.
Kenali medan pertempuran, kenali iklim; maka kemenangan akan sempurna”.
Dengan kata lain, Sun Tzu mengatakan bahwa sebelum berangkat ke
medan perang, langkah awal yang sangat penting yang harus dilakukan
adalah melakukan pemetaan. Pemetaan yang menyangkut data-data tentang
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, lawan, medan pertempuran dan iklim
yang bisa mempengaruhi jalannya pertempuran. Bila kita sudah mengenali
kekuatan diri sendiri dan lawan, kita dah separuh jalan memenangkan
peperangan. Dan apabila ditambah mengetahui medan pertempuran dan
iklimnya, kita akan memenangkan pertempuran dengan sempurna. Berdasarkan filosofi Sun Tzu tersebut, kita bisa membuat empat pemetaan, yaitu;
1.Pemetaan diri sendiri : kekuatan dan kelemahan diri sendiri
2. Pemetaan lawan: kekuatan dan kelemahan lawan
3. Pemetaan medan pertempuran: seluk beluk masyarakat (pemilih)
4. Pemetaan iklim: isu-isu yang sedang berkembang
Pemetaan Diri Sendiri
Pemetaan diri sendiri adalah pemetaan berbagai hal yang menyangkut diri pribadi kandidat. Disini
seorang kandidat dituntut untuk mengerti benar apa kelebihan dan apa
kekurangan dari dirinya. Seberapa besar tingkat popularitas dirinya dan
pesaing-pesaingnya. Di daerah mana (desa, kecamatan, kabupaten) dirinya
mendapat dukungan dan seberapa besar dukungannya. Kelebihan apa saja
yang dia miliki dan tidak milikinya, misalnya modal politik, modal
sosial, modal ekonomi dan lain sebagainya. Dengan memahami kekurangan
atau kelemahan dirinya, kandidat tentunya berusaha untuk menutupinya.
Dan dengan memahami kelebihan atau kekuatanya, kandidat tahu betul apa
yang harus ia ”jual” kepada masyarakat atau pemilih.
Tabel 1. Wilayah Pemetaan ala Zun Tsu
Mengenal Diri Sendiri
|
Mengenal Lawan
|
Mengenal Medan
Pertempuran
|
Mengenal Iklim
|
Pemetaan Lawan/Pesaing
Pemetaan
Lawan adalah berbagai informasi tentang kekuatan dan kelemahan
lawan-lawan. Dalam konteks Pilkada, kandidat dituntut untuk melakukan
pemetaan terhadap siapa-siapa yang bakal menjadi rivalnya. Pemetaan
semacam ini idealnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum Pilkada dan
dilakukan beberapa kali menjelang Pilkada. Pemetaaan tentang diri lawan
ini tidak hanya menyangkut siapa-siapa yang bakal menjadi pesaing tetapi
juga menyangkut kelibahan dan kelemahan masing-masing. Misalnya, data
tentang siapa dan dimana basis dukungan dari masing-masing pesaing.
Dengan begitu, kandidat bisa menentukan langkah-langkah yang diperlukan,
misalnya menentukan siapa yang kemungkinan bisa diajak berkoalisi dan
siapa rival yang paling berat. Di daerah mana kandidat harus
berkonsentrasi penuh dan mengambil suara di basis pesaing.
Pemetaan Medan Pertempuran
Dengan
mengenali medan pertempuran, kita bisa menentukan langkah-langkah
strategis apa yang perlu diambil. Misalnya, menentukan jenis pasukan
yang dibutuhkan, formasi gerakan pasukan hingga jenis senjata yang
dibutuhkan. Dalam konteks Pilkada, medan pertempuran diartikan sebagai
kondisi kontemporer sosial politik masyarakat di wilayah Pilkada. Disini
kandidat harus memahami betul karakteristik perilaku pemilih. Misalnya
pemahaman tentang kecenderungan pemilih terhadap money politik,
loyalitas terhadap partai, sentimen kesukuan dan lain sebagainya. Secara
umum, peta sosial politik masyarakat yang harus dipahami oleh kandidat
ada tiga yaitu:
a. Peta jaringan sosial
b. Peta perilaku pemilih
c. Peta media komunikasi
Peta
jaringan sosial menyangkut keberadaan organisasi sosial, keagamaan,
kepemudaan, kekerabatan dan birokrasi yang berpengaruh di wilayah
tersebut. Pemetaan jaringan ini sangat bermanfaat bagi kandidat untuk
membangun mesin mobilisasi yang efektif. Dengan mengetahui peta jaringan
sosial yang berpengaruh, kandidat bisa menentukan ikatan atau
organisasi sosial apa yang bisa dijadikan mesin mobilisasi suara.
Organisasi sosial berpengaruh disini bisa diartikan sebagai organisasi
yang memiliki jumlah anggota yang besar atau luas. Artinya bila pemilih
di wilayah tersebut 50%nya adalah anggota dari suatu organisasi sosial
maka orang yang bisa menguasi organisasi tersebut maka sudah bisa
dikatakan diatas kertas akan memenangkan Pilkada. Sebagai contoh, di
suatu kabupaten, seorang kandidat tidak bisa mengabaikan keberadaan
organisasi kepemudaan tertentu karena organisasi ini memiliki jariangan
dan anggota yang luas di wilayah tersebut. Siapa yang mampu mengusai
organisasi ini, dia lah yang akan memenangkan Pilkada. Organisasi sosial
yang berpengaruh juga bisa diartikan sebagai organisasi yanb bisa
menjadi rujukan bagi pemilih di wilayah itu. Di wilayah Kalimantan
Selatan, misalnya, setiap kandidat Pilkada selalu berebut untuk
mendapatkan semacam ”restu” atau citra kedekatan dengan tokoh ulama
lokal tertentu untuk memenangkan Pilkada.
Peta
perilaku pemilih adalah menyangkut bagaimana perilaku, sikap dan
pendapat masyarakat di wilayah ini. Dengan pemetaan perilaku politik
pemilih, kandidat juga bisa mengetahui secara detail bagaimana perilaku
politik masyarakat, termasuk didalamnya pendapat masyarakat tentang diri
kandidat dan pesaing-pesaingnya. Peta perilaku pemilih ini akan
mengungkap perbedaan
perilaku pemilih berdasarkan wilayah, segmen sosial, tingkat
pendidikan, tingkat ekonomi, afiliasi ormas, dan sebagainya. Misalnya,
kandidat akan tahu persis bagaimana pendapat dan sikap kelompok petani,
perempuan, pemuda, warga NU, kader Partai dan kelompok lain terhadap
citra kandidat dan isu politik tertentu. Dengan peta perilaku pemilih
ini kandidat
bisa menentukan langkah-langkah strategis khusus berdasarkan wilayah
dan segmen sosial tertentu. Satu hal penting lainnya dari pemetaan
perilaku pemilih ini, kandidat jadi bisa mengetahui apa keinginan
masyarakat terhadap citra kandidat. Misalnya, masyarakat menginginkan
seorang walikota yang religius maka kandidat bisa melakukan pencitraan
dirinya sesuai keinginan masyarakat.
Peta
media komunikasi adalah menyangkut data-data media komunikasi apa yang
paling efektif mempengaruhi masyarakat di wilayah tersebut. Media
komunikasi yang dimaksud disini tentunya menyangkut semua jenis dan
bentuk media komunikasi. Mulai dari media luar ruang (spanduk, baliho,
poster dan sebaginya), souvenir, media cetak, radio, televisi, tatap
muka (dari mulut ke mulut), hand phone, internet, multimedia, hingga
media komunikasi tradisional (seperti wayang kulit dan jatilan dan
lainya). Tentu di suatu wilayah tidak semua media komunikasi digunakan
dan kandidat tidak perlu menggunakan semua media komunikasi yang ada.
Dengan
adanya peta media komunikasi ini, kandidat menjadi bisa menentukan
media komunikasi apa yang harus digunakan dan siapa yang menjadi
sasarannya. Hal
ini sangat penting karena setiap media memiliki karakteristik yang
berbeda. Misalnya, karakteristik media out door seperti baliho, spanduk
dan poster memiliki kelebihan dalam mempengaruhi kognisi pemilih atau
meningkatkan popularitas (tingkat popularitas) tapi lemah dalam
mempengaruhi afeksi dan konasi (tingkat elektabilitas). Dan kesalahan
menentukan media komunikasi juga bisa berakibat fatal. Kasus ini terjadi
di sebuah kabupaten di propinsi Sulawesi Barat, dimana salah satu
kandidatnya adalah anak seorang bupati yang sudah dua periode menjabat.
Karena anak bupati, wajar bila sebagian besar masyarakat di kabupaten
ini sudah mengenal kandidat ini. Persoalannya, walaupun tingkat
popularitas (pengenalan) masyarakat terhadap kandidat ini tinggi,
tingkat elektabilitas (keterpilihan) kandidat ini masih rendah. Padahal
jauh-jauh hari menjelang pilkada, kandidat ini sudah membanjiri hampir
setiap sudut jalan dengan poster dan spanduknya. Satu bulan menjelang
Pilkada, survei dilakukan untuk melihat perkembangan tingkat
elektabilitasnya. Hasil survei menunjukan bahwa sebagian besar
masyarakat memang sudah mengenal namanya dengan baik tapi mereka tidak
punya alasan mengapa harus memilihnya.
Pemetaan Iklim
Faktor
iklim harus diperhatikan karena faktor ini juga akan menentukan menang
dan kalahnya sebuah pertempuran. Kesalahan membaca iklim tentunya bisa
berdampak fatal. Pasukan yang tidak dipersiapkan menghadapi pertempuran
di musim salju, misalnya, tentu akan kocar-kacir bila harus bertempur
juga menghadapi rasa dingin. Iklim adalah suatu kekuatan alam yang harus
disiasati dan bila mungkin memanfaatkannya menjadi kekuatan kita
sendiri, demikian kata Sun Tzu.
Dalam
konteks pilkada, iklim tentunya bukan berarti kondisi cuaca di daerah
tersebut. Iklim lebih diartikan sebagai isu, wacana, atau tren yang
sedang berkembang di masyarakat. Isu politik yang sedang berkembang
biasanya berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya,
isu politik yang berkembang di wilayah kalimantan selatan adalah
persoalan pertambangan dan kehutanan. Sementara isu yang berkembang di
wilayah jakarta adalah persoalan kemacetan lalu lintas, banjir, parkir
dan polusi udara. Seorang kandidat harus bisa membaca dengan cermat isu
politik apa yang sedang berkembang di wilayahnya. Dengan pembacaan isu
politik yang cermat, kandidat bisa menentukan tema kampanyenya secara
tepat pula. Seorang kandidat bupati di wilayah Jawa Tengah bisa
memenangkan Pilkada dengan sebuah tema kampanye sederhana,
”kambingisasi”. Kandidat bupati ini paham betul bahwa isu yang
berkembang di masyarakat wilayah ini adalah persoalan lapangan pekerjaan
atau pengangguran. Dalam setiap kampanyenya kandidat bupati ini selalu
menjajikan akan membuka kesempatan kerja dan mengentaskan kemiskinan
melalui program bantuan kambing bergiliri untuk dikembangbiakan oleh
penduduk. Sebaliknya pembacaan isu politik yang salah bisa mengakibatkan
kandidat seperti ”orang asing” yang tidak paham wilayah tersebut.
Namun
bukan berarti pula bahwa faktor iklim atau cuaca dalam arti
sesungguhnya seperti hujan, banjir, mendung dan panas terik tidak perlu
dipertimbangkan. Faktor cuaca kemungkinan besar juga bisa mempengaruhi
kemenangan seorang kandidat Pilkada. Bayangkan saja apa yang terjadi
bila pas hari H pilkada, tiba-tiba hujan turun deras dan terjadi banjir
di sebagian besar wilayah tersebut. Kasus menarik terjadi pada saat kami
membantu seorang kandidat pada pilkada salah satu kota di Sumetera
Utara. Kurang lebih satu bulan sebelum Pilkada kami melakukan survei.
Berdasarkan hasil survei tersebut, klien kami yang didukung oleh
gabungan beberapa partai (PDIP, Golkar dll), meraih suara yang cukup
signifikan dan kemungkinan besar akan memenangkan Pilkada. Sementara
lawannya, yang didukung oleh PKS yang mendominasi suara di DPRD, hanya
memperoleh suara yang kecil. Dalam acara presentasi hasil survei, sebuah
pertanyaan cerdas muncul dari kandidat tersebut.
Kandidat : ” Apakah ada faktor yang bisa merubah kemenangan yang sudah ada didepan mata kami ini menjadi sebuah mimpi buruk..?”
Kami
: ”Ada. Yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa yang bisa merubah
perilaku pemilih, misalnya anda ditangkap oleh KPK, atau hujan deras
turun seharian saat hari H pilkada..”.
Kandidat :
”Kalau faktor ditangkap KPK kami bisa paham, tapi faktor hujan kok bisa
mempengaruhi hasil pilkada nanti?”, (tanya kandidat tersebut heran)
Kami
kemudian menjelaskan kepada kandidat tersebut bahwa sebagian besar dari
pendukungnya adalah konstituen dari partai Golkar, PDIP, PAN dan
partai-partai kecil lainnya. Dan perilaku politik dari konstituen
partai-partai tersebut tidaklah terlalu militan sehingga bila ada
sedikit halangan saja mereka enggan datang ke TPS . Oleh sebab itu, bila
pada hari H pencoblosan terjadi hujan deras dari pagi hingga sore,
hampir bisa dipastikan bahwa mereka memilih tinggal di dalam rumah dari
pada harus pergi ke TPS. Sementara pendukung dari kandidat pesaing
adalah kader-kader PKS yang militan. Artinya walaupun terjadi hujan
deras dan angin kecang sekali pun, mereka akan tetap datang ke TPS untuk
memberikan suara untuk kandidat yang didukungnya. Singkat cerita,
kandidat ini akhirnya membuat skenario untuk mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang terjadi. Salah satu yang menarik, tim suksesnya adalah
orang-orang yang masih percaya dengan mistik dan menyewa pawang hujan
untuk mengusir hujan pergi jauh-jauh dari wilayah ini. Walaupun ahirnya
tidak terjadi hujan, tapi tidak ada salahnya kita membawa payung.
Kandidat ini pun akhirnya meraih kemenangan sesuai dengan yang
diprekdisikan oleh hasil survei sebelumnya.
Metode Pemetaan Politik
Pemetaan
politik dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah sehingga hasilnya
valid, tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa metode
penelitian sosial yang biasa digunakan untuk melakukan pemetaan politik,
yaitu;
1. Analisis SWOT
2. Diskusi Fokus Group (Focus Group Disscusion),
3. Diskusi mendalam (Indepth Interview)
4. Survei.
Analisis SWOT adalah sebuah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis kekuatan (strengh), kelemahan (weakness), kesempatan (oppourtunity) dan tindakan (treatment)
yang harus dilakukan untuk meraih tujuan. Melalui analisis ini kandidat
bisa mendapat gambaran tentang apa saja yang menjadi kekuatan atau
kelebihanya dibanding dengan pesaing lainnya. Analisis ini juga
memberikan gambaran tentang kelemahan yang ia hadapi dibanding dengan
pesaing lainnya. Dengan informasi tersebut kandidat bisa melihat apakah
masih ada celah atau kesempatan untuk meraih kesuksesan. Dan sebesar
sejauh mana peluang yang ada untuk meraih kemenangan. Analisis SWOT ini
adalah model analisis yang sederhana dan relatif tidak memerlukan tenaga
atau biaya yang besar. Analisis ini bisa dilakukan oleh kandidat dengan
melibatkan beberapa orang yang ia percaya. Sebaiknya kandidat jangan
melibatkan terlalu banyak orang, cukup maksimal 5 orang yang dianggap
memiliki kapasitas. Analisis SWOT ini sebaiknya dilakukan di ruang
meeting kantor atau tempat yang nyaman, tidak terlalu ramai dan tersedia
alat tulis kantor.
Analisis
SWOT ini adalah metode pemetaan yang sangat minimal yang harus
dilakukan oleh kandidat. Kelemahan dari metode analisis ini adalah
metode ini banyak menggunakan asumsi sebagai data. Misalnya, sering
kandidat membuat kesimpulan analisis SWOT yang berupa telah memiliki
dukungan yang besar dari tokoh-tokoh masyarakat. Pertanyaanya, dari mana
kandidat tahu jika bukan asumsi bahwa tokoh-tokoh masyarakat telah
mendukungnya. Tidak ada verifikasi atas data yang mengatakan telah
didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat. Oleh sebab itu, kebanyakan
analisis SWOT yang dilakukan kandidat hasilnya bias dan cenderung hanya
untuk menguatkan jalan pikirannya sendiri.
Diskusi
fokus group (FGD) adalah suatu metode penelitian yang bisa digunakan
untuk menggali berbagai informasi tentang peta politik secara lebih
mendalam melalui orang-orang dari segmen tertentu, misalnya petani,
guru, nelayan, pengusaha, pemuda, wartawan, perempuan dan lain
sebagainya.
Mereka diundang dalam suatu tempat yang representatif dan netral,
misalnya di hotel. FGD bisa dibuat dalam beberapa kelas atau sesi
pertemuan. Dalam satu kelas idealnya diikuti oleh 5 hingga 15 peserta.
FGD ini tidak bisa dilakukan oleh kandidat atau tim sukses tetapi oleh
peneliti yang independen agar informasi yang diungkapkan oleh peserta
FGD tidak bias. FGD ini dipandu oleh seorang peneliti untuk membahas
isu-isu yang telah dirancang sebelumnya untuk digali. Salah satu yang
sering dibahas dalam FGD antara lain tentang figur kandidat yang paling
diharapkan oleh masyarakat, program-program pembangunan, masalah-masalah
sosial dan harapan dari masyarakat. Hasil FGD ini kemudian dirangkum
dan disimpulkan oleh peneliti. Hasil FGD ini bisa menggambarkan secara
umum peta politik di suatu wilayah. Bila analisis SWOT bisa menggabarkan
peta politik secara detail dari kaca mata kandidat namun lemah dari
sisi masyakat, hasil FGD justru kebalikannya. FGD lebih bisa secara
lebih jelas menggambarkan peta politik dari kaca mata masyarakat namun
lemah pada sisi kandidat atau elit.
Wawancara mendalam (indept interview)
adalah suatu metode penelitian yang bisa digunakan untuk menggali
informasi tentang peta politik melalui wawancara dengan orang-orang
tertentu yang dianggap kompeten atau mengerti terhadap isu dan persoalan
tertentu secara luas dan mendalam. Cara
kerja wawancara mendalam ini mirip apa yang dilakukan oleh seorang
wartawan. Dalam hal ini peneliti yang ditunjuk oleh kandidat melakukan
wawancara dengan beberapa pihak yang dianggap menguasai tentang isu atau
permasalahan tertentu. Misalnya wawancara dengan wartawan lokal
mengenai media komunikasi yang efektif digunakan oleh masyarakat,
wawancara dengan akademisi kampus tentang problem sosial dan solusinya,
dan wawancara dengan tokoh partai politik untuk menggali peta politik
elit lokal. Hasil wawancara ini kemudian dibuat deskripsi tentang
berbagai isu dan solusi yang harapkan. Dengan membaca hasil wawancara
mendalam kandidat bisa mendapat gambaran yang luas dan mendalam tentang
berbagai isu dan persoalan di daerah tersebut. Hasil wawancara ini juga
bisa menjadi bahan-bahan bagi kandidat untuk menyusun visi dan misi.
Kekurangan wawancara mendalam adalah metode ini tidak bisa melakukan
hal-hal yang sifatnya pengukuran, seperti mengukur tingkat dukungan,
tingkat popularitas, tingkat persetujuan dan ketidaksetujuan.
Survei Pemetaaan Politik : Metode Yang Paling Tepat
Survei
sering disebut juga dengan polling atau jajak pendapat. Survei adalah
metode penelitian yang dilakukan dengan cara mewawancarai sejumlah orang
yang ditujukan untuk menggam barkan secara umum.
Dibanding metode pemetaan yang lainya, metode survei adalah metode yang
paling tepat. Melalui metode survei, kita bisa menghimpun semua
informasi yang dibutuhkan untuk memenangkan Pilkada. Oleh sebab itu,
disini kami akan menguraikan metode survei secara lebih lengkap.
Di masyarakat survei yang berhubungan dengan Pilkada memiliki banyak istilah seperti Survei Popularitas,
Survei
Pra-pilkada dan Survei Pemetaan Politik. Disini kami lebih merasa pas
dengan istilah survei pemetaan politik karena dipandang lebih mewakili
dari maksud dan tujuan survei. Istilah Survei popularitas dipandang
hanya berusaha mengungkap tentang popularitas calon-calan yang bakal
maju dalam Pilkada. Sedangkan istilah Survei Pra-pilkada lebih
berkonotasi pada survei yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
persiapan pilkada dilaksanakan. Sedangkan Survei Pemetan Politik lebih
mendalam lagi. Survei Pemetaan Politik akan mengungkapkan berbagai hal
yang sangat penting yang sangat dibutuhkan oleh kandidat dan tim
suksesnya.
Output
Output
dari survei pemetaan politik adalah sebuah rekomendasi tentang
bagaimana cara MEMPERTAHANKAN dan atau MEMPERBESAR tingkat kemungkinan
seorang kandidat menang dalam PILKADA.
Fungsi/ Kegunaan
Sejauh
ini pihak-pihak yang banyak melakukan survei pemetaan ini adalah partai
politik dan kandidat Pilkada. Kegunaan survei pemetaan politik ini
sangat banyak baik untuk kandidat maupun untuk partai politik.
Bagi Kandidat:
1. Posisi Tawar
Hasil
survei ini dapat dijadikan alat bukti ilmiah yang kuat bagi kandidat
untuk menyakinkan partai politik, penyandang dana dan organisasi politik
lainya yang akan mendukungnya.
2. Memilih Pasangan Yang Paling Tepat
Hasil
survei ini dapat digunakan untuk menentukan siapa orang yang paling
tepat secara taktis dan strategis untuk dijadikan pendamping. Dengan
hasil survei ini, kandidat bisa menganalisa beberapa orang yang memiliki
potensi yang besar dan cocok untuk dijadikan pasangan dalam Pilkada.
3. Efisien Dana Kampanye
Dengan
melihat hasil survei ini, kandidat dapat menentukan skala prioritas
kampanye sehingga dana yanga ada tidak dihabiskan untuk hal-hal yang
tidak produktif
4. Efektivitas Kampanye
Hasil survei ini juga dapat digunakan untuk menentukan berbagai bentuk kampanye mana yang paling efektif menarik pemilih.
Bagi Partai Politik:
1. Menentukan Calon
Melalui
hasil survei ini, partai politik dapat dengan mudah menentukan siapa
tokoh yang paling berpotensi untuk memenangkan pilkada
2. Mengetahui Peta Politik Lokal
Hasil survei ini juga akan memberikan gambaran yg komprehensif tentang peta politik lokal.
Survei Mengungkap Apa Saja
1. Kekuatan dan Kelemahan Diri sendiri
a. Mengetahui seberapa besar tingkat popularita dan elektabilitas kandidat di kabupaten, kota atau propinsi.
b. Mengetahui
kelompok/segmen masyarakat (agama, klas sosial, suku, umur, jenis
kelamin, pendidikan, afiliasi politik, kecamatan, desa dll.) mana yang
mendukung dan tidak mendukung terhadap masing-masing kandidat.
c. Mengetahui bagaimana kelebihan (citra positif) dan kekurangan (citra negatif) dari masing-masing kandidat.
2. Kekuatan dan Kelemahan Lawan
a. Mengetahui variabel apa saja yang menjadi “modal” bagi kandidat lawan.
b.
Mengetahui basis dukungan dari kandidat lawan, dilihat dari aspek
agama, suku, umur, jenis kelamin, pendidikan, afiliasi politik,
kecamatan, desa, klas sosial dll
c. Mengetahui kelebihan (citra positif) dan kekurangan (citra negatif) dari kandidat lawan.
3. Perilaku Pemilih
a.
Mengetahui alasan seseorang memilih calon, dililihat dari aspek
wilayah, agama, suku, umur, klas sosial, afiliasi politik, pendidikan
dll
b. Mengetahui tingkat loyalitas dan sentimen pemilih terhadap partai dan organisasi sosial lainya.
c. Menggali saran dan masukan dari masyarkat tentang berbagai hal termasuk memenangkan Pilkada.
4. Media Komunikasi Efektif
a.
Mengetahui media komunikasi (sosial dan massa) yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat, misalnya spanduk, radio, selebaran dll
b. Mengukur tingkat intensitas media lokal
5. Isu-Isu Politik
a. Mengetahui tema kampanye yang diinginkan oleh masyarakat
b. Mengetahui masalah-masalah mendesak yang dibutuhkan masing-masing segmen sosial
c.
Mengetahui berbagai usulan dari masyarakat tentang bagaimana seharusnya
yang harus dilakukan oleh kandidat agar sukses dalam pilkada.
Metode Pengambilan Responden: Random Sampling
Metode pengambilan responden yang dilakukan adalah metode random sampling.
Artinya tidak semua orang akan diwawancari tetapi survei ini hanya akan
memilih sejumlah orang secara acak untuk diwawancarai. Seperti layaknya
seorang dokter yang akan mengecek golongan darah seseorang, ia tidak
perlu mengambil satu ember darah tetapi cukup satu tetes darah. Sampling
juga sering dilakukan ibu-ibu ketika harus mencicipi rasa masakanya
apakah masih kurang asin, kurang pedas dan sebagainya. Ibu-ibu tidak
perlu memakan satu piring hanya untuk menguji rasa masakannya tetapi
cukup dengan satu pucuk sendok. Pedagang beras di pasar juga cukup
mengambil satu genggam beras untuk menentukan kualitas beras yang ada
dalam satu karung.
Metode
acak disini bukan berarti surveyor bisa memilih responden dengan
suka-suka. Misalnya, surveyor memilih teman, tetangga atau keluarganya
saja yang mudah untuk diwawancarai. Dalam metode acak ini ada berbagai
kaidah dan teknik yang harus pahami dan dilakukan oleh surveyor. Metode
acak yang sering digunakan dalam survei pemetaan politik ini adalah
sampling acak berjenjang (multistage random sampling). Misalnya
untuk survei di tingkat kabupaten, pertama surveyor harus mengacak
beberapa kecamatan yang akan dipilih sebagai sampel. Setelah terpilih
kecamatan, surveyor mengacak desa-desa yang akan dipilih sebagai sampel.
Begitu seterusnya hingga mengacak rumah tangga yang akan dijadikan
sampel. Untuk teknik mengacak, surveyor bisa menggunakan teknik sistematik random.
Teknik ini digunakan, misalnya, untuk menentukan desa, RT atau rumah
tangga yang terpilih sebagai sampel. Sedangkan untuk menentukan anggota
rumah tangga yang terpilih sebagai responden bisa menggunakan metode
Kishgrid.
Berapa jumlah sampel yang akan digunakan, hal ini ditergantung dari tingkat kesalahan (margin of error)
diterapkan dalam survei. Tingkat kesalahan yang selama ini dianggap
moderat adalah 1% hingga 5% poin. Semakin kecil MoE semakin besar pula
responden yang dibutuhkan. Bila kita menggunakan margin of error +2.0%
maka jumlah respondenya sebanyak 2.500 orang. Dalam prakteknya, untuk
menentukan jumlah responden juga berhubungan dengan budget yang
tersedia. Semakin banyak responden yang akan diwawancarai tentunya juga
akan semakin besar dana yang dibutuhkan.
Dalam
survei pemetaan politik Pilkada, yang dimaksud bisa menjadi responden
adalah penduduk di wilayah tersebut yang memiliki hak pilih. Jadi
populasi dari survei adalah pemilih. Hal ini perlu ditegaskan karena
tidak semua penduduk adalah pemilih. Misalnya penduduk yang masih
berusia 15 tahun adalah bukan pemilih. Dalam perundangan Indonesia,
orang yang memiliki hak pilih adalah mereka yang sudah mencapai umur 17
tahun atau sudah menikah. Tidak peduli dia berprofesi sebagai ibu rumah
tangga, pembantu rumah tangga atau pengangguran. Namun ada perkecualian
untuk anggota militer dan polisi karena berdasarkan perundangan mereka
tidak ikut memilih dalam politik.