Kaum Miskin Indonesia

Kaum Miskin Indonesia
Perjuangan kita tak akan sia-sia. Asalkan kita tahu dari mana kita berasal (diktum sokrates), dan kemana tujuan kita (aquinas), serta dimana kita akan berhenti (Honing A Bana).

Kamis, 22 November 2012

Nasionalisme




Soekarnoo-warna
Soekarno lebih kita kenal sebagai tokoh nasionalis Indonesia. Meskipun ia menyerap pemikiran banyak tokoh dari beragam ideologi seperti Marxis, Sosial Demokrasi (Sosdem), Islamis hingga Liberalis. Soekarno juga pernah mengklaim diri sebagai seorang nasionalis, marxis dan juga muslimin. Namun, di mata banyak orang, Bung Karno tetap saja ditempatkan di golongan kaum nasionalis.
Bahkan, ada yang berusaha menggolongkan Bung Karno sebagai pemimpin berhaluan ultra-nasionalis atau fasis. Ini banyak disuarakan oleh mereka yang bergaris ideologi sos-dem dan humanisme universal. Sutan Syahrir, misalnya, pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap landasan ideologi Soekarno yang, menurutnya, mengarah pada fasisme. Lantas nasionalisme macam apa sebenarnya yang digagas Soekarno?
Sosio-Nasionalisme dan Berdikari
Soekarno telah merumuskan suatu gagasan mengenai nasionalisme yang layak diterapkan di Indonesia sejak ia muda. Gagasan beliau  dikenal dengan istilah sosio-nasionalisme. Dalam artikel yang ia tulis tahun 1932, Demokrasi-Politik dan Demokrasi Ekonomi, Soekarno menyinggung inti dari sosio-nasionalisme yang ia rumuskan;
Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi haruslah mencari selamatnya manusia.. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada ‘menselijkheid’.  Nasionalismeku adalah nasionalisme kemanusiaan, begitulah Gandhi berkata,
Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan perkataan baru yang kami sebut: sosio-nasionalisme. Dan demokrasi yang harus kita cita-citakan haruslah demokrasi yang kami sebutkan: sosio-demokrasi”.
Dalam uraian tersebut, jelaslah bahwasanya inti dari paham sosio-nasionalisme atau nasionalisme Indonesia yang digagas Soekarno haruslah nasionalisme yang bertujuan mencapai kebahagiaan umat manusia dan bukannya nasionalisme yang mengagung-agungkan negeri ini di kancah internasional saja. Maka dari itu, Soekarno menginginkan yang menjadi landasan nasionalisme Indonesia adalah kemanusiaan. Tampak adanya kesesuaian sosio-nasionalisme dengan paham humanisme, sehingga sesungguhnya kekhawatiran akan ideologi nasionalisme Soekarno yang akan mengarah pada fasisme tidak beralasan.
Soekarno meneguhkan kembali landasan nilai yang menjadi inti dari nasionalisme Indonesia, yakni kemanusiaan, dalam pernyataan berikut ini:
Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-dunia dan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka. Nasionalis yang bukan chauvinis, tidak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu. Nasionalis yang sejati yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copy atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti. Baginya, maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.” (Soekarno, 1964).
Soekarno menegaskan bahwasanya nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme yang berkarakter chauvinis seperti halnya nasionalisme yang digelorakan Nazi-Hitler atau Mussolini di Eropa. Hal ini ditegaskan kembali oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan BPUPKI, ketika ia menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia harus hidup dalam ‘tamansari’nya internasionalisme.
Kelak gagasan nasionalisme Soekarno tersebut mengejawantah dalam konsep Berdiri di Atas Kaki Sendiri (Berdikari). Ketika berpidato dihadapan Sidang Umum IV MPRS pada tahun 1966, Soekarno menegaskan makna dari Berdikari;
“..bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerja sama internasional, terutama antara semua negara yang baru merdeka. Yang ditolak oleh Berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kepada kerja sama yang sama derajat dan saling menguntungkan. Berdikari bukan saja tujuan, tetapi  yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama derajat dan saling menguntungkan.”
Jelaslah bahwa nasionalisme Indonesia yang digagas Soekarno bukanlah suatu ‘politik isolasi’, tetapi landasan bagi bangsa ini untuk mandiri. Dan dengan kemandirian itulah bangsa Indonesia akan melangkah lebih jauh dalam pergaulan internasional.
Bukan Nasionalisme Eropa
Satu hal yang juga penting adalah bahwa nasionalisme Indonesia tidaklah sama dengan nasionalisme yang lahir dan berkembang di Eropa. Dalam salah satu artikelnya yang berjudul ‘Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme’ (1926), Soekarno menguraikan karakter dari nasionalisme Eropa:
Nasionalisme Eropa ialah suatu nasionalisme yang bersifat menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, dan nasionalisme semacam itu akhirnya pastilah binasa,”
Ya, bila ditelaah latarbelakang historisnya, memang perbedaan antara  nasionalisme Indonesia dengan nasionalisme Eropa sangat kentara. Kelahiran nasionalisme Indonesia berkorelasi dengan kondisi obyektif nusantara yang kala itu masih menjadi negara jajahan. Dan nasionalisme Indonesia atau sosio-nasionalisme muncul sebagai instrumen  perlawanan terhadap pihak kolonial. Jadi, dapat disimpulkan, kemunculan nasionalisme sebagai sebuah landasan perjuangan politik disebabkan oleh kondisi keterjajahan  bangsa Indonesia oleh pihak asing.
Dalam artian lain,  nasionalisme Indonesia dibutuhkan untuk menjadi ‘lem perekat’ bagi seluruh komponen bangsa dalam rangka  melepaskan diri dari genggaman penjajahan asing. Dapat dikatakan pula bahwa sosio-nasionalisme atau nasionalisme Indonesia  adalah nasionalisme yang lahir dari ‘rahim’ masyarakat jajahan. Masyarakat jajahan yang menderita karena penindasan kolonial.
Oleh sebab itu, nasionalisme yang timbul adalah nasionalisme yang anti penindasan dan anti penjajahan. Dengan sendirinya, nasionalisme yang berkembang  juga  merupakan nasionalisme yang ber-kemanusiaan, sebagaimana yang dikatakan Soekarno.
Hal ini sangat berbeda dengan nasionalisme yang lahir di Eropa. Sejarah kelahiran nasionalisme Eropa terkait erat dengan kepentingan kaum merkantilis-pedagang Eropa untuk mencari bahan baku di luar Eropa  bagi kepentingan ekonomi mereka. Semboyan Gold, Gospel dan Glory mencerminkan nafsu kolonial tersebut. Dalam pengertian lain, nasionalisme Eropa merupakan alat kaum merkantilis Eropa untuk memobilisasi dukungan gereja dan  rakyat bagi terlaksananya ekspansi kolonial ke luar benua Eropa.
Soekarno juga menegaskan bahwasanya nasionalisme Indonesia merupakan nasionalisme yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan borjuis atau pedagang seperti halnya nasionalisme Eropa. Karenanya, sosio-nasionalisme haruslah beriringan dengan pemberlakuan sistem ekonomi-politik yang memberi  ruang bagi rakyat kebanyakan (Marhaen) untuk mengontrol sumber-sumber ekonomi strategis yang akan dipergunakan bagi kemakmuran rakyat.
Sistem semacam itu, yang oleh Soekarno disebut sebagai Sosio-Demokrasi, tidak boleh dipisahkan dari  sosio-nasionalisme sebagai faham kebangsaan Indonesia. Kedua konsep inilah (ditambah dengan faham Ketuhanan) yang kemudian diramu oleh Soekarno menjadi Marhaenisme.
Dan, lagi-lagi,  hal ini sangat bertentangan dengan nasionalisme Eropa yang memang lekat dengan kepentingan kaum merkantilis dan borjuis yang ingin melakukan kolonisasi ke luar Eopa serta secara perlahan menghancurkan tatanan feodal di Eropa. Muara dari kehancuran feodalisme tersebut adalah kemenangan  borjuasi Eropa, yang kemudian menjadi penindas baru bagi kaum rakyat kebanyakan atau proletariat.
Demikianlah inti dari faham nasionalisme ala Soekarno. Nasionalisme yang lahir dari ‘rahim’ negeri jajahan, dan masih akan relevan menjadi landasan perjuangan hingga kini, ketika bangsa ini masih menyandang status sebagai negeri ‘setengah jajahan’.

HISKI DARMAYANA
, kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sumedang

Berdikari ala bung karno

Berdikari : Intisari Revolusi Indonesia Yang Belum Selesai February 7, 2012


Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
(Pidato HUT Proklamasi 1963)
Apa arti sebuah nama, demikian ungkap William Shakespeare, sastrawan terbesar Inggris. Tapi siapa yang dapat memungkiri, takdir sejarah yang melekat pada diri Bung Karno, Proklamator, Pemimpin Besar Revolusi dan sekaligus Presiden pertama RI. Ketika rakyat merindukan pemimpin yang mampu mengangkat martabat dan derajat bangsanya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, maka nama Bung Karno kembali disebut dan dirindukan kehadirannya untuk kembali membawa rasa “bangga menjadi bangsa Indonesia”.

Dalam usia negara kita yang masih muda, nama harum Indonesia dan Bung Karno, tersohor sampai jauh ke pelosok manca negara dan bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam kancah politik internasional. Pada Tahun 1960, dunia internasional menjadi terpana ketika sosok pemimpin sebuah negara yang baru merdeka, berbicara dengan sangat mengesankan pada Sidang Umum PBB ke XV di New York pada tanggal 30 September 1960, Bung Karno dengan penuh percaya diri menyampaikan pidato yang sangat legendaris yaitu: to Build the World on a New, menyerukan pada dunia untuk mengakhiri pertikaian antara Blok Barat (Kapitalisme) dan Blok Timur (Komunisme). Para pemimpin Dunia harus mengakhiri perang dingin dengan membangun tata dunia baru berdasarkan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi  Kerakyatan dan Kesejahteraan Sosial yang disebut oleh bangsa Indonesia sebagai Pancasila. Sungguh luar biasa dampak Pancasila pada waktu itu, tidak hanya bagi bangsa Indonesia tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Pada kesempatan ini, Bung Karno menyerukan “kekuatan dunia baru” untuk bangkit menuju tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang, melampaui dominasi negara besar dunia yang terbagi dalam blok barat dan blok timur. Dan untuk mewujudkan seruan tersebut, Indonesia bertemu dengan kepala pemerintahan Ghana, India, Mesir dan Yugoslavia guna mepersiapkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok yang pertama di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961.
Gerakan politik internasional Bung Karno tidak hanya berhenti disitu, dalam kurun waktu 1962 hingga 1965 Bung Karno terus melancarkan gerakan politik internasionalnya yang anti imperialisme. Di tahun 1962, dalam pelaksanaan Asian Games, Indonesia melarang keikutsertaan Taiwan dan Israel yang berbuntut diskorsnya Indonesia pada Asian Games 1964 di Tokyo. Sebagai bentuk perlawanan atas kesewenang-wenangan komite olimpiade internasional (KOI) kala itu, pada tahun 1963 Bung Karno mengadakan GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan merencanakan diadakanannya CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) yang akan dilaksanakan pada tahun 1966. Di tahun 1963, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan malaysia sehubungan pembentukan federasi Malaysia yang mencakup daerah-daerah bekas jajahan Inggris di Kalimantan Utara, pemutusan hubungan diplomatik ini dilanjutkan dengan gerakan “Ganyang Malaysia” yang diserukan oleh Bung Karno dan berakhir dengan sikap politik Indonesia yang keluar dari PBB. Semua gerakan sikap politik internasional yang dilakukan dan dijalankan oleh Bung Karno kala itu memiliki salah satu tujuan yakni menjadikan Indonesia sejajar dan berdiri sama tegak diantara bangsa-bangsa lain serta menjadikan Indonesia menjadi bangsa mandiri yang berdiri diatas kakinya sendiri.
Ketika kita memimpikan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar, bangsa yang sejajar dan berdiri tegak diantara bangsa-bangsa lain dengan prasyarat utamanya memiliki kedaulatan, kemandirian dan kepribadian sebagai sebuah bangsa. Maka tidak dapat disangkal lagi, kita akan menengok kembali pada Bung Karno, membongkar perpustakaan, menggali referensi dan dalam perkembangan teknologi informasi sekarang ini menjelajah dunia maya (cyberspace) dengan sarana pencarian Google, maka setiap dituliskan kata “kemandirian bangsa” sebagai kata kunci, pastilah akan mentautkan nama Bung Karno, Sang Pemimpin Besar Revolusi di ribuan artikel tulisan yang bersumber dari dalam negeri dan mancanegara.
Dalam berbagai pidato maupun pemikiran-pemikiranya yang diterbitkan dalam buku Dibawah Bendera Revolusi, Bung Karno selalu menekankan hakikat kemerdekaan dan pentingnya membangun kemandirian bangsa. Untuk mampu menjadi bangsa yang besar dan bangsa yang berdiri tegak dan sejajar dengan bangsa lain, Bung Karno selalu menekankan pentingnya kemandirian suatu bangsa. Konsepsi-konsepsi pemikiran Bung Karno tersebut termanifestasi dalam politik berdikari yang dia jalankan dan terus didengung-dengungkan. Dalam pidato peringatan 17 Agustus 1964 yang diberi judul “Tahun Vivere Pericoloso” atau lazim disebut Tavip, Bung Karno kembali mempertegas arah Revolusi Nasional bangsa Indonesia yang disebut dengan Tri Sakti, yaitu: berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga prinsip itu tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena ketiga-tiga merupakan dialektika dari amanat penderitaan rakyat (ampera). Konsepsi inilah yang menjadi terjemahan dari sikap politik berdikari yang dimaksud oleh Bung Karno. Sikap politik berdikari (Politik Berdikari) ini semakin populer setelah Bung Karno dalam pidatonya 17 Agustus 1965 menegaskan kembali konsepsi berdikari dengan memberi judul pidatonya “Tahun Berdikari”.  Dalam berbagai kesempatan tersebut Bung Karno mengungkapkan bahwa kedaulatan politik dan berkepribadian dalam kebudayaan tidak mungkin dapat diraih bila tidak berdikari dalam ekonomi. Begitu pula dengan kemandirian ekonomi tidak dapat dilaksanakan bila bangsa kita tidak mempunyai kedaulatan secara politik dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Kedaulatan politik, dalam hal ini adalah kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah jembatan emas untuk menuju kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban bangsa. Dengan kemerdekaan –dalam arti yang hakiki adalah kedaulatan politik dan teritorial sebagai negara bangsa– maka kita tidak mau didikte oleh negara dan bangsa manapun di dunia ini. Kita berdiri sama tegak dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia untuk membangun sebuah peradaban dunia yang didasarkan pada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Konsistensi pada cita-cita kemerdekaan inilah yang membuat Bung Karno keras hati dalam menentang setiap intervensi negara-negara neo kolonialisme imperialisme (nekolim).
Dalam kepribadian dalam kebudayaan, Bung Karno menegaskan bahwa budaya kita kaya raya yang harus digali dan pentingnya nilai-nilai kepribadian bangsa dalam kebudayaan. Pada tahun 1960-an Bung Karno dengan tegas melarang peredaran lagu-lagu dari Barat yang dia sebut sebagai musik “ngak ngik ngok”, the beatles, literatur picisan, dansa-dansi gila-gilaan dan bahkan melarang lagu-lagu koes bersaudara dan elya agus. Menurut Bung Karno, musik dan produk kapital imperialis itu akan melemahkan semangat juang pemuda, menghancurkan kepribadian bangsa dan Bung Karno juga meminta kepada pemuda untuk terus giat bekerja.
Dalam konteks berdikari dalam ekonomi, Bung Karno megutarakan bahwa bangsa Indonesia harus bersandar pada kekuatan, dana, tenaga yang memang sudah dimiliki dan sudah ditangan kita yang digunakan semaksimalnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam rancangan pembangunan ekonomi yang termanifestasi dalam Deklarasi Ekonomi (Dekon), Bung Karno menempatkan kedudukan rakyat sebagai sumber daya sosial dan sumber daya ekonomi dalam pembangunan. Dalam Dekon Bung Karno mengatakan “ dalam melaksanakan revolusi di bidang sosial dan ekonomi selanjutnya, maka -sesuai dengan hukum revolusi- kita harus mempergunakan sepenuhnya semua alat revolusi yang sudah kita miliki itu, dengan selalu melandaskan perjuangan kita pada potensi dan kekuatan rakyat”. Penegasan Bung Karno ini merupakan sebuah bentuk sikap dan terjemahan dari konsepsi politik berdikari, meletakkan potensi dan kekuatan rakyat Indonesia didalam menjalankan perencanaan pembangunan dan perekonomian.
Selain itu, Bung Karno mengecam keras cara-cara text books yang dia sampaikan pada pidato tavip “Dan itu karena apa? Karena banjak pemimpin kita, -  malah terutama sekali pemimpin-pemimpin jang memakai tiel mr, atau dr, atau ir lho ! tidak mengarti arti daripada Revolusi Modern dalam bagian  kedua dari abad ke-XX, jaitu zamannja imperialisme modern dan kapitalisme monopoli.  Mereka, pemimpin-pemimpin itu, mengira bahwa revolusi hanjalah: merebut kemerdekaan, menjusun Pemerintah Nasional, mengganti pegawai asing dengan pegawai bangsa sendiri, dan seterusnja ; menjusun segala sesuatunja menurut tjontoh-tjontoh Barat jang tertulis dalam merekapunja texbooks. Malah kita ditjekoki oleh pemimpin-pemimpin sematjam , bahwa “revolusi sudah selesai”, dan bahwa “kolonialisme-imperialisme sudah mati” !”. Bung Karno mengecam cara-cara text books yang mengambil begitu saja pemikiran-pemikiran para ahli ekonomi barat tanpa mempertimbangkan dan melihat kondisi realitas bangsa Indonesia dan cara-cara text books yang mencoba menghipnotis bangsa Indonesia bahwa kolonialisme-imperialisme sudah mati sehingga bangsa Indonesia melupakan roh dari berdikari itu sendiri.
Terkait kerjasama dengan negara-negara imperialis, Bung Karno dengan tegas menolak dan mengatakan “Go to hell with your aid”. Pernyataan tegas Bung Karno ini sering kali diartikan sebagai sikap anti Bung Karno terhadap bantuan asing, modal asing bahkan semua yang berkaitan dengan kerjasama asing. Bung Karno tidak anti kepada bantuan asing, modal asing maupun kerjasama dengan asing, tetapi Bung Karno anti kepada semua yang berbau asing tersebut jika memiliki tendensi politik yang ingin mendikte Indonesia, sebagaimana sikap Bung Karno menolak bantuan pembangunan semanggi dari Amerika Serikat yang memiliki prasyarat bahwa Indonesia harus mengikuti kebijakan politik Amerika. Bung Karno menginginkan dalam menjalankan pembangunan nasional, pembangunan tersebut memiliki prinsip yang tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Pembangunan tersebut harus bersandar pada jiwa “self reliance”, jiwa percaya kepada kekuatan diri sendiri dan jiwa “self help”, berdiri diatas kaki sendiri. Sikap Bung Karno ini bukanlah sikap yang anti bantuan, modal dan kerjasama asing, akan tetapi lebih pada penanaman sikap kemandirian dan manifestasi politik berdikari yang ingin dicapai oleh Bung Karno. Bung Karno tidak mengharamkan bantuan, modal dan kerjasama asing, tetapi lebih kepada menerima bentuk bantuan, modal dan kerjasama asing  yang tidak bertentangan dengan arah politik dan tujuan revolusi nasional serta berdasarkan sama derajat dan saling menguntungkan. Hal ini terlihat pada kutipan Bung Karno dalam pidato Nawaskara “ …adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan” dan hal ini juga termaktub dalam Dekon yang menyatakan bilamana dengan kekuatan fund and forces nasional tidak mencukupi, maka harus dicarikan kredit luar negeri yang tidak bertentangan dengan politik kita.
Sikap politik berdikari ini ditegaskan kembali oleh Bung Karno dalam pidatonya di depan Sidang Umum IV MPRS tanggal 22 Juni 1966, yang diberi judul “Nawaksara” dan pidato ini merupakan pidato terakhir Bung Karno mengumandangkan dan mengingatkan kembali pentingnya berdikari. Dalam pidato tersebut Bung Karno kembali menegaskan tiga hal yang menjadi intisari revolusi Indonesia, yaitu : Pertama, bahwa Revolusi kita mengejar suatu Idee Besar, yakni melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat; Amanat Penderitaan Rakyat seluruhnya, seluruh rakyat sebulat-bulatnya. Kedua,bahwa Revolusi kita berjoang mengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu dalam persatuan dan kesatuan yang bulat-menyeluruh dan hendaknya jangan sampai watak Agung Revolusi kita, diselewengkan sehingga mengalami dekadensi yang hanya mementingkan golongannya sendiri saja, atau hanya sebagian dari Ampera saja.  Ketiga, bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap dan tegap berpijak dengan kokoh-kuat atas landasan Trisakti, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi; sekali lagi berdikari dalam ekonomi!
Lebih lanjut Bung Karno menekankan bahwa dalam situasi nasional dan internasional dewasa ini, maka Trisakti kita, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari di bidang ekonomi, adalah senjata yang paling ampuh di tangan seluruh rakyat kita, di tangan prajurit prajurit Revolusi kita, untuk menyelesaikan Revolusi Nasional kita yang maha dahsyat sekarang ini.Terutama prinsip Berdikari di bidang ekonomi! Sebab dalam keadaan perekonomian bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa “self-reliance” ini, jiwa percaya kepada kekuatan-diri-sendiri, jiwa self-help atau jiwa berdikari.
Dalam Rencana Ekonomi Perjoangan yang menjadi dasar kebijakan Pembangunan semesta berencana dinyatakan bahwa: “Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan Pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan”
Konsepsi Politik Berdikari yang digagas,dikumandangkan dan dijalankan oleh Bung Karno, Sang Pemimpin Besar Revolusi, juga diakui oleh B.J Habibe,  mantan Presiden RI ke-3,  yang menjadikan dirinya berkarya di bidangnya sains dan teknologi. Karena amanat Bung Karno itulah,  agar Indonesia mampu berdikari maka sejak 1950 putra-putra terbaik Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar tentang industri perkapalan dan dirgantara. “Saya masuk angkatan kelima yang dikirim ke Belanda. Di sana kami belajar bagaimana bisa membuat pesawat dan kapal. Ini agar Indonesia tidak mengimpor kapal maupun pesawat terbang. Bung Karno ingin, kita menjadi negara mandiri,” tutur Habibie. (RAS)
dikutip dari : Indonesia tanah air beta

Sejarah


dikutip dari Kang Kopral  (Biar sejarah yang bicara …….)



I. Ilmu Sejarah Dan Wawasan Kesejarahan

  1. Pengertian Sejarah
  2. Sejarah Adalah Rekonstruksi Masa Lalu
  3. Fungsi Sejarah Menurut Al-Qur’an
  4. Guna Sejarah
  5. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation)
  6. Kekuatan-kekuatan Sejarah
  7. Prediksi Sejarah
  8. Sejarah Lisan Orang Biasa Sebuah Pengalaman Penelitian
  9. Membangkitkan Kesadaran Sejarah
  10. Pendekatan Budaya Dalam Penulisan Sejarah
  11. Membuat Bangsa Ini Melek Sejarah
  12. Mengenal Filsafat
  13. Sejarah Munculnya “Istilah Filsafat Sejarah”
  14. Filsafat Sejarah Menurut Murtadha Muthahhari (Bagian 1)
  15. Filsafat Sejarah Menurut Murtadha Muthahhari (Bagian 2)
  16. Sejarah Indonesia Versi Tentara
  17. Menggugat Sejarah Indonesia Versi Tentara
  18. Rakyat Tanpa Sejarah, Sejarah Tanpa Rakyat
  19. Kezaliman Dalam Penulisan Sejarah Islam
  20. Penulisan Sejarah Islam Sebuah Pembutaan Umat
  21. Sejarah Peradaban Islam Indonesia yang Terkubur (Dikubur)
  22. Islam dan Awal Kesadaran Sejarah
  23. Penulisan Sejarah Islam Indonesia Masih Didominasi Versi Sarjana Barat
  24. Sejarah Siapa Yang Punya?
  25. Periodesasi Sejarah Islam di Indonesia Sebuah Penelusuran Gagasan
  26. Menulis Sejarah; Belajar Historiografi
  27. Periodesasi Sejarah …. Buat Apa Yach?
  28. Tafsir Sejarah Versi Gue … Apa’an yah?
  29. Kenapa Rumit Mentafsirkan Sejarah
  30. Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan
  31. Arti Penting Sejarah ; Catatan Pram
  32. Kegagalan Historiografi Indonesiasentris
  33. Refleksi Pembelajaran Sejarah Sebuah Catatan Anak Jaman
  34. Mengenal Sejarawan Indonesia: Ong Hok Ham dan Sejarah Indonesia
  35. Trilogi SerbaSejarah
  36. API SEJARAH : Buku Yang Akan Mengubah Drastis Pandangan Anda Tentang Sejarah Indonesia
  37. R.K.H. Abdullah Bin Nuh: Ulama Sejarawan dan Pelaku Sejarah
  38. HQ : Belajar Sejarah Itu Mencerdaskan
  39. HQ : Cerdas Berkualitas Dengan SEJARAH
  40. HQ : Metode Ibrah Untuk Melejitkan Kecerdasan
  41. Api Sejarah 2 Sungguh Luar Biasa
  42. Jejak Sejarah Indonesia Yang Tersimpan di Majalah Tempo
  43. Naskah Kuno Islam Nusantara, Ternyata Begitu Berserakan
  44. Mengoreksi Sejarah Masuknya Islam
  45. JIWA Sejarah
  46. Jejak Sejarah
  47. Identitas Sejarah
  48. Wajah Sejarah
  49. Aksi Sejarah

II.  Sejarah Islam Indonesia (Periode Awal Masuk Islam)

  1. Sejarah Islam Tanpa Misi?
  2. Ekonomi dan Politik Sebagai Bandul Sejarah
  3. Fase Islamisasi Bumi Nusantara
  4. Saluran-Saluran Dakwah Islam
  5. Samudra Pasai Negara Islam Pertama
  6. Sejarah Islam Tanah Jawa (1)
  7. Sejarah Islam Tanah Jawa (2)
  8. Maulana Magribi Da’i Pelopor Di Tanah Jawa
  9. Sunan Ampel Pengkader Para Pejuang
  10. Geneologi Para Wali
  11. Pesan Dakwah Walisanga
  12. Strategi Dakwah Walisanga
  13. Wali Songo Itu Para Pemuda
  14. Sunan Giri Aktor Berdirinya Negara Islam Demak
  15. Sunan Bonang Panglima Tentara Demak
  16. Raden Fatah Alias Al-Fatah Sang Pemimpin Muda
  17. Proklamasi Berdirinya Negara Islam Demak
  18. Proses Pelembagaan Islam ; Dari Dakwah ke Negara
  19. Sunan Kalijaga Politikus Empat Zaman
  20. Cirebon; Gerbang Dakwah Islam Jawa Barat
  21. Siapa Laksamana Cheng Ho
  22. Syarif Hidayatullah; Sunan Gunung Djati
  23. Metode Dakwah Para Wali Di Jawa Barat
  24. Jejak Lain Negara Islam Samudera Pasai
  25. Dari Cirebon Ke Banten Langkah Dakwah Sunan Gunung Djati
  26. Negara Islam di Nusantara
  27. Perjuangan Islam Dengan Dakwah
  28. Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-1)
  29. Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-2)
  30. Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-3)
  31. Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-4)
  32. Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-5 Habis)
  33. Hikayat Penyemangat Jihad

III. Sejarah  Indonesia Jelang Penjajahan Belanda

  1. Mitos Penjajahan 350 Tahun
  2. Resink dan Mitos Penjajahan 350 Tahun
  3. Menikmati “Sepotong Kue” Wilayah Dunia Timur; Paradigma Negara Penjajah
  4. Belanda Tidak Pernah Menjajah Ratusan Tahun di Indonesia
  5. Kisah Perbudakan di Batavia
  6. Sejarah Nama Indonesia
  7. Indonesia dan VOC
  8. Data Historis VOC di Indonesia
  9. Negara Islam Mataram Melawan VOC
  10. Jayakarta Jajahan VOC Pertama
  11. VOC dan Misi Kristenisasi di Nusantara
  12. Eksistensi Negara-negara Islam di Nusantara
  13. Indonesian Traditional States
  14. Sejarah Peradaban Islam Indonesia yang Terkubur (Dikubur)
  15. Manuskrip Ulama Nusantara Dijarah Penjajah
  16. Mengapa Belanda Mempraktikan “Devide et Impera”
  17. Tanam Paksa ; Sejarah Anak Negeri Menjadi Kuli
  18. Perluasan Eksploitasi Ekonomi Kolonial
  19. Kisah Kehidupan Belanda Totok di Hindia Belanda

IV. Periode Perlawanan Gerakan Islam Terhadap Penjajahan Belanda

  1. Perlawanan Gerakan Islam Terhadap Penjajahan Belanda
  2. Cut Nyak Dien (1850-1908) Perempuan Aceh Berhati Baja
  3. Sisingamangaraja XII (1845-1907) Pejuang Islam Yang Gigih
  4. Perang Padri : Gerakan Hariau Nan Salapan
  5. Perang Padri : Pemimpin Baru Tuanku Mudo Imam Bonjol
  6. Perang Padri: Akhir Keberpihakan Golongan Penghulu Terhadap Belanda
  7. Perang Padri : Gerakan Perlawanan Rakyat Sumatera Barat Terhadap Belanda Dipimpin Oleh Imam Bonjol
  8. Perang Jawa-1 : Mengenal Tokoh
  9. Perang Jawa-2 : Latar Belakang Perang Diponegoro
  10. Perang Jawa-3; 1825-1830 Perjuangan Islam Melawan Penjajah
  11. Perang Banjar-1 : Campur Tangan Belanda Dalam Kekuasaan Kesultanan Banjar
  12. Perang Banjar-2 : Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin
  13. Kapitan Ahmad Pattimura Lussy ; Icon Perlawanan Rakyat Maluku
  14. Siapa Bangus Rangin?
  15. Membaca Kembali Jejak R A Kartini

V. Sejarah Indonesia Abad XX

  1. Jejak Kolonialisme Di Bumi Nusantara Abad 19
  2. Catatan Awal Memahami Sejarah Indonesia Modern Abad XX
  3. Memahami Situasi Sosio Politik Indonesia Awal Abad XX
  4. Raja Jawa Mengantar Revalusi
  5. Memori Indonesia Abad XX Yang Terekam Dala Gambar
  6. Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan di Sekolah Dokter Jawa (1)
  7. Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan di Sekolah Dokter Jawa (2)
  8. Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan di Sekolah Dokter Jawa (3)
  9. Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan di Sekolah Dokter Jawa (4)
  10. Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan di Sekolah Dokter Jawa (5)
  11. Sepenggal Sejarah Dari (Tentang) Penjara Masa Kolonial Belanda
  12. “Balas Budi”? Belanda Kepada Bumi Putera Dengan Politik Etis
  13. Budaya Indis; Jawa Bukan Belanda Bukan
  14. Politik Hukum Kolonial Belanda; Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Hukum Islam
  15. Feodalisme Jurus Ampuh Kolonialisasi Hindia Belanda
  16. Snouck Hurgronje Arsitek Politik Islam Hindia Belanda
  17. Kenapa Menggugat Boedi Oetomo?
  18. Kebangkitan Nasional atau Kebangkitan Elit Jawa
  19. Kekuatan Ideologi Politik Di Pentas Sejarah Pergerakan Bangsa
  20. Mengenal Sejarah Komunisme di Indonesia
  21. Aliran Komunis : Sejarah dan Penjara
  22. Nasionalisme: Sejarah dan Perkembangan
  23. Kaum Muda Penggerak Revolusi Indonesia
  24. Pergerakan Partai Sjarikat Islam Sebagai Levend Organisme
  25. Cita Dasar Pergerakan Syarikat Islam
  26. Sang Raja Tanpa Mahkota : Hidup dan Perjuangan Tjokroaminoto
  27. The Grand Old Man ; Jalan Perjuangan H. Agus Salim
  28. Penyemai “Virus” Ideologi Komunisme Antara Sneevliet, Mas Maco Kartodikromo dan Haji Misbach
  29. Tan Malaka Gerilyawan Revolusioner Yang Legendaris
  30. Memahami Fenomena Politik Islam Di Indonesia (Mencari Pisau Analisa)
  31. Islam dan Sosialisme : HOS Tjokroaminoto
  32. Islam, Marxisme dan Persoalan Sosialisme di Indonesia
  33. Sejarah Singkat Gerakan Serikat Buruh Indonesia Masa Kolonial Belanda
  34. Rekonstruksi Peran Kaum Intelektual Sumatra Dalam Nasionalisme Indonesia
  35. Perajaan 1 Mei 80 Tahun Silam ; Artikel Fadjar Asia
  36. Surat Kabar Fadjar Asia
  37. S.M. Kartosoewirjo Muda Jurnalis Fadjar Asia
  38. Volksraad ; DPR Versi Nederland
  39. Orang “Indonesia” Di Negeri Penjajah
  40. Kelahiran Gerakan Islam Masa Penjajahan Belanda
  41. Sejarah Muhammadiyah
  42. Sejarah Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah
  43. Sejarah Persatuan Islam
  44. Riwayat Perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama
  45. Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU
  46. Kaum Muslimin Indonesia di Mekkah Pada Masa Kolonial
  47. Kaum Yahudi di Indonesia Sebelum PD-II
  48. Jalan Sunyi Kolonialisme-Liberalisme
  49. Marhaenisme, Setelah Pagi Itu
  50. Zaman Berdebat
  51. Abdoel Moeis ~Sang Penggagas ITB~

VI . Sejarah Indonesia Masa Pendudukan Jepang

  1. Jepang Saudara Tua Datang ke Indonesia (Film Dokumenter)
  2. Pengharapan Pemerintah Dai Nippon Kepada Kiyai
  3. Pengharapan Pemerintah Dai Nippon Kepada Kiyai (Bagian 2)
  4. Kewajiban Oelama Dalam Zaman Baroe
  5. Menyelenggarakan Benteng Islam
  6. Romusa, Pergi Menjemput Mati
  7. Peta, Untuk Siapa?
  8. Kebijakan Politik Islam Jepang
  9. Perlawanan Santri Sukamanah Pengemban Amanah
  10. Bung Karno : Lebaran dan Peperangan
  11. Kejadian Disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
  12. Pegangsaan Timur 56 ; Proklamasi dan Sang Merah Putih
  13. Indonesia Merdeka Adalah Tjiptaan Bangsa Indonesia Sendiri
  14. Pendirian Sesat Akan Binasa
  15. Deplu Di Masa Lalu
  16. Praja Muda Karana : Pramuka
  17. Bergosok dan Bersatu, 1945
  18. K.H. Wahid Hasyim : Jalan Juang Ulama Muda

VII. Sejarah Indonesia Pasca Kemerdekaan 1945

  1. Pegangsaan Timur 56 : Proklamasi dan Sang Merah Putih
  2. Kejadian disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
  3. Deplu Di Masa Lalu
  4. Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama
  5. Linggar Djati ~Antara Soekarno dan Syahrir~
  6. Lasjkar Rakjat
  7. Rawagede Menggugat
  8. Perang Ala Van Mook
  9. Negara Pasundan Ciptaan Belanda
  10. R.A.A Wiranatakusumah “Raja Sunda Terakhir
  11. Memahami Revolusi Indonesia : Mitos dan Realitas
  12. Catatan 19 Desembre 1948
  13. Setelah KMB Itu...
  14. Zaman Re-Ra
  15. Politik Militer Pasca Kemerdekaan 1950 – 1952
  16. Mitos Konstituante
  17. Westerlingpun tersenyum
  18. Jalan Kehidupan M. Natsir
  19. Shadow Play Film Mengenai Penjatuhan Soekarno dan Pembantaian Massal 1965-1966
  20. Achmad Yani Tumbal Revolusi
  21. Kisah Hidup Dipa Nusantara Aidit
  22. Misteri Untung ; Yang terbaik lalu terbalik
  23. Supersemar yang supersamar
  24. Cerita Dibalik Supersemar
  25. Putra Fajar
  26. Bung Syahrir Pemikir Yang Tersingkir
  27. Daud Beureuh Pemberontakan Dengan Sebab Klasik
  28. Pada Suatu Hari Dengan Daud Beureuh
  29. Makam Imam Kartosoewiryo Dikeramatkan
  30. Kisah Pengalamannya
  31. Konferensi Ulama di Cipanas Bogor
  32. Peran “Ulama” Djawa Barat dalam Operasi Pagar Betis
  33. Jejak Militan Jenderal Soedirman
  34. Pokok-pokok Gerilja
  35. Masa Bersiap
  36. Bung Muda Yang Menggugat
  37. Cerita Amriki di PRRI dan CIA di Permesta
  38. Pengakuan Dedengkot CIA
  39. Peristiwa Cikini ~beragam versi~
  40. Mewawancarai Kembali Bung Hatta
  41. Juru Peta Sastra Indonesia ~HB Jassin~
  42. Buya Hamka ~Ketika Ulama Tak Bisa Di Beli~
  43. Dilema Papua : Ke-Papua-an Versus Ke-Indonesia-an

VIII. Sejarah Masa Orde Baru

  1. Jejak Soeharto : Petualangan Politik Seorang Jendral Gedeon
  2. Jejak Soeharto : Peristiwa Malari
  3. Jejak Soeharto : Petrus Terapi Kejut Sang Presiden
  4. Jejak Soeharto : Komando Jihad Made In Opsus
  5. Jejak Soeharto : Dulu Talangsari kini Mesuji
  6. Ali Moertopo ~Sang Arsitek~

IX. Sejarah Perjuangan Umat Islam Bangsa Indonesia

  1. Edisi Khusus Hari Kemerdekaan : Imam Pemberontak Dari Malangbong
  2. Santri Abangan dari Hutan Jati
  3. Murid Tjokroaminoto di Peneleh
  4. Mampir di Masyumi
  5. Akar Yang Terserak
  6. Kekasih Orang Pergerakan
  7. Ratu Adil Bermodal Keris
  8. Kenang-Kenangan di Institut Suffah
  9. Kecewa Lalu Gerilya
  10. Upaya Hampa Natsir
  11. Kartosoewiryo Vs Alex Kawilarang
  12. Jejak Gerilya di Belantara Priyangan
  13. Misteri Ki Dongkol dan Ki Rompang
  14. Tiga Berpayung Kecewa
  15. Jalur Komando Praktis di Era Revolusi
  16. Lubang Peluru di Menara Mesjid
  17. Dodol Garut dan Susu Bubuk dalam Gubuk
  18. Asimilasi setelah Eksekusi
  19. Sidang Kilat Kawan Soekarno
  20. Masih Misteri setelah 45 Tahun
  21. Pembangkangan sebuah Gagasan
  22. Negara Setengah Hati
  23. Pasang Surut Pesantren Darul Islam
  24. Surat Perpisahan dari Johor Baru
  25. Perlawanan Tak Pernah Padam
  26. Dua tahap Revolusi
  27. Relevansi Darul Islam Masa Kini
  28. Kartosoewiryo
  29. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam
  30. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam (Bag-2)
  31. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam (Bag-3)
  32. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam (Bag-4)
  33. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam (Bag-5)
  34. Abdul Qahhar Mudzakkar  Sang Patriot Pejuang Islam (Terakhir)
  35. Catatan Sejarah Syarekat Islam (Bag-1)
  36. Catatan Sejarah Syarekat Islam (Bag-2)
  37. Mencatat Sejarah Masyumi
  38. Haluan Politik Islam
  39. Maca Sejarah Islam Indonesia ~Bagean Kahiji~ (Bahasa Sunda)
  40. Riwayat Tujuh Kata
  41. Hari-hari terakhir ~Tah ieu teh Hudaibiyah~
  42. Ikuti Natsir
  43. Gerilya di Atjeh
  44. Yang Tersisa Dalam Cerita
  45. Surat Kepada Soekarmadji
  46. Hari Terakhir KartoSoewirjo
  47. S.M. Kartosoewirjo Tak Ajukan Grasi

X .Memahami Ideologi dan Politik

  1. Politik Pemikiran
  2. Apa itu Ideologi? (Bahasan Teoritis)
  3. Ideologi Islam Jalan Menuju Revolusi (Pemikiran ALi Syari’ati)
  4. Sosialisme Sebagai Ideologi Politik
  5. Epistemologi Nasionalisme
  6. Teori Politik Islam : Analisis Historis Pembentukan Negara Islam
  7. Mengenal Partai Politik
  8. Kisah Negara (Politik)Tanpa Ideologi
  9. Dosa-dosa Demokrasi
  10. Tapak Jejak Negeri Memilih Demokrasi
  11. “Vox Populi” Belum Tentu “Vox Dei”
  12. Kader Tulang Punggung Revolusi
  13. Ruang Sastra Dalam Bingkai Sejarah Indonesia
  14. Pidato Tan Malaka Tentang Komunisme dan Pan-Islamisme
  15. Pancasila
  16. Maling Republik dan Republik Maling
  17. Setelah Satu Abad …
  18. Ideologi Negara Vs Ideologi Rakyat
  19. Restorasi Atawa Ideologi Baru
  20. PKS Dis-Orientasikah ???
  21. Gincu dan Garam : Sebuah Artikulasi Politik Islam Yang Kian Memudar
  22. SBY Bilang Negara Islam Sudah “Selesai”
  23. Si Vis Vacem Para Bellum
  24. Negara Ketakutan
  25. Melawan Pragmatisme
  26. Melahirkan Negara
  27. Mengganti Generasi
  28. NKRI ~Negara Karunia Ridho Ilahi~
  29. Mengintip Lobi Israel di Indonesia
  30. Antara Haji, Negara dan Sejarah Islam
  31. Republik Sandal Jepit
  32. ~7 Buku~
  33. ~ 5 Buku ~
  34. Ideologi Profetik
  35. Ideologi Dibalik Rokokku
  36. Berpolitik dengan Gagasan
  37. Islam dan Pancasila : Betulkah Bersahabat?
  38. Islam dan Pancasila : Betulkah Bersahabat? (2)
  39. Politik Versi Nabi
  40. Melintas Budaya
  41. Revolusi Dari Langit

XI. Dunia Intelijen

  1. Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama
  2. Intelijen : Belajar Intelijen Sebagai Ilmu
  3. Kontra Intelijen : Definisi
  4. Kegiatan Seorang Intelijen
  5. Dasar-Dasar Intelijen (Bagian 1)
  6. Dasar-Dasar Intelijen (Bagian 2 Selesai)
  7. Badan Intelijen Dari Masa Ke Masa; Alat Negara Atau Memperalat Negara
  8. Intelijen Dalam Kilasan Sejarah : Antara Intelijen Negara dan Intelkam Polri
  9. Haruskah Mengkambinghitamkan Intelijen
  10. Intel oh Intel
  11. Pater Beek : Spindoctor Orba
  12. Jejak Intel Swadaya
  13. Bila Bola Tak Pernah Bundar
  14. Cerita Mata-mata ~Alat Penguasa~
  15. The Deception Game

XII. Indonesia Kini

  1. Mengingat Yang Lupa Tentang “Manusia Indonesia” Untuk Bangkit Beradab
  2. Antasari-Antikorupsi-Antisirri : Menulis Sejarah Korupsi Bumi Pertiwi Bareng Rani Juliani
  3. Antasari-Nasrudin-Rani : Studi Kasus Perselingkuhan Penguasa-Pengusaha-Perempuan Serta Legenda Matahari
  4. Antara Rani “Penggemar James Bond” dan “James Bond” Dibalik Kasus Antasari
  5. Sejarah Utang Negara PengUtang
  6. Pengakuan Seorang Ekonom Perusak
  7. Bila Djuanda Melawat ke Ambalat
  8. Kronologi Peristiwa 27 Juli 1996; Mengingat Yang Lupa …
  9. Peringatan Dari Wiji Tukul
  10. Jangan Titipkan Perjuangan Umat Pada Pemerintah
  11. Heboh Email A. Mallarangeng Yang Bocor
  12. Kriminalisasi Kemiskinan
  13. Ada Apa Dengan RUU Rahasia Negara
  14. BREAKING NEWS!! Gempa Tasik Di Klaim Malaysia
  15. Lagi… Lagi… dan Lagi.. Blog Menghina Indonesia
  16. G30S Indonesia Ber-Dzikir-lah
  17. Mantan Bandit Bongkar Kejahatan Jaringan Internasional
  18. Kejahatan Korporatokrasi
  19. Buah Korupsi Pengakuan Bandit Ekonomi
  20. esbeye dua fa’aina tadzhabuun
  21. Presiden Yudoyono dan Demokrasi Mataraman
  22. Esbeye Menculik Miyabi
  23. Virus, Namru 2 dan Ibu Menkes Baru
  24. Purnomo Yusgiantoro dan Pertahanan Freeport
  25. Inilah Situs Porno Yang Akan di Blokir Bung Tifatul (Beranikah!!)
  26. Busyet Dah Jargon Kabinet SBY Berbahasa Amrika Lupakan Sumpah Pemuda
  27. Inilah Situs Porno Yang Jarang Dikunjungi Orang Indonesia
  28. Obama, Indonesia Menunggumu
  29. RI-Dua Mau Dibawa Kemana
  30. Proteksi Ical Hilang Bila Sri Mulyani Tetap Menkeu
  31. Episode “WB Menculik Mulyani”
  32. Politik Transaksional Penguasa Vs Pengusaha
  33. Reformasi, Kartel dan Penghianatan terhadap Rakyat
  34. Pidato SBY Peringati 1 Juni 1945
  35. Sang Pendobrak : Anas – Anies-Sandi
  36. Mengerti Konstitusi

XIII.Ka-Sunda-an

  1. Sejarah Jawa Barat Dari Zaman Ke Zaman
  2. Sumber Tradisional Sejarah Sunda
  3. Tentang Sunda
  4. Paham Kekuasaan Sunda
  5. Pangeran Wangsakerta ~Sejarahwan Kontroversi~

XIV. Seputar Terorisme

  1. Memahami Terorisme
  2. Antropologi Pemikiran Kaum Teroris-1
  3. Antropologi Pemikiran Kaum Teroris-2
  4. Ternyata Imam Samudra Cs Masih NgeBlog
  5. Blog Imam Samudra Cs Di Tutup
  6. Jaringan Noordin M Top : Laporan Terbaru ICG
  7. Deradikalisasi Terorisme
  8. (Hot News!!) Jelang Lebaran Noordin M Top Dipastikan Tewas
  9. Dagelan Penggrebegan Teroris

XV. Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia

  1. Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia (Bagian-1)
  2. Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia (Bagian-2)
  3. Romantika Politik Islam Masa Orde Baru
  4. Gerakan Dakwah Partisipatif
  5. Gerakan Dakwah Akomodatif
  6. Gerakan Dakwah Transformatif
  7. Islam – Jawa : Keasingan dan Pertemuan
  8. Bang Imad : Pekerjaan Yang Belum Selesai
  9. Hikmah dan Ajaran Daripada Perjalanan Suci Isra’ dan Mi’raj Rasululloh SAW
*Halaman ini akan terus mengalami update
~ Kopral Cepot_Last Update Post 12 Oktober 2012 ~

Pancasila : Kajian Filsafat Kebangsaan


garuda-pancasila.jpg
Pancasila lahir pada pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 dalam rapat BPUPKI membahas tentang pembentukan Negara Indonesia yang merdeka. Pancasila adalah falsafah Negara; pondasi; yang diistilahkan bung Karno sebagai “weltanschauung”. Corak kebangsaan, yang tak pernah akan berubah dan selalu begitu adanya. “Pancasila” adalah salah satu pilihan diantara 3 nama corak kebangsaan itu. Dua lainnya adalah “Gotong Royong” dan “Trisila”. Kebersatuan, bukan kesatuan!!
</div.
Jika sekarang ini Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal, sama halnya dengan “mendustai” hakekat Pancasila itu sendiri. Pancasila, sekali lagi, adalah kegotongroyongan; kebersatuan; kebersatuan; dimana perbedaan menjadi kekayaan, bukan menjadi kelemahan. Sejak dari dulunya, bukan Pancasila yang mengajarkan kepada kita tentang phobia terhadap perbedaan.
Pancasila yang saya pelajari di bangku sekolah dan kuliah, sama sekali berbeda dengan maksud yang dikandung dalam pidato Bung Karno dihari kelahiran Pancasila itu. “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang menjadi ekspresi bahwa eksistensi Indonesia mustahil tanpa Rahmat Tuhan, diterjemahkan oleh orde baru menjadi agama hanya 5 di Indonesia; yang selain itu dinamakan kepercayaan. “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” yang ditranslasi dari “Internasionalisme/Perikemanusiaan”, sebagai tekad bangsa Indonesia untuk berperan aktif membebaskan dunia dari penjajahan dan penindasan, diterjemahkan orba sebagai perilaku saling mengasihi sesama manusia dengan pendangkalan pemahamannya. “Persatuan Indonesia” dari asalnya “Kebangsaan Indonesia” yang merupakan cermin Kebersatuan daerah-daerah yang beraneka-ragam adat-istiadatnya sebagai kekuatan nasional, diterjemahkan sebagai keharusan menjunjung tinggi rezim pemerintahan dengan dalih kepentingan stabilitas keamanan nasional. “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” yang ditranslasi dari “Mufakat/Demokrasi” sebagai ekspresi demokrasi kegotongroyongan dalam masyarakat Indonesia untuk mencapai mufakat, diterjemahkan orba menjadi demokrasi kapital; demokrasi berdasarkan siapa yang punya modal lebih besar. “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang menjadi dasar Sosialisme Perekonomian Indonesia diselewengkan menjadi percepatan kemakmuran beberapa gelintir orang untuk mewakili statistik bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Lebih jelasnya, Bung Karno menyingkat Pancasila menjadi Trisila, seperti idolanya Dr. Sun Yat Sen (dengan “San Min Chu I”-nya), yaitu Ketuhanan, Sosio-Nasionalisme (“Kebangsaan” dan “Perikemanusiaan” atau “Persatuan Indonesia” dan “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”), serta Sosio-Demokrasi (“Demokrasi” yang menjadi sila ke empat “kerakyatan yang dipimpin…” dan “Kesejahteraan” yang menjadi “Keadilan Sosial….”). Dan pilihan terakhir,” Gotong Royong”, adalah istilah yang paling mudah dimengerti, apa dan bagaimana sebenarnya jiwa dan falsafah bangsa Indonesia; weltanschauung-nya Indonesia; coraknya bangsa Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Itulah yang membuat persatuan Indonesia, tanpa harus menjadi sebuah kesatuan politik; kesatuan falsafah. Kita bersatu meskipun Indonesia berbeda. Kita menjadi sebuah bangsa baru, Imagined Community, karena diatas perbedaan itu kita berjuang bersama, untuk tujuan yang sama.
Dan jika sekarang ini ada orang, bangsa Indonesia, yang mengajukan Pancasila sebagai asas tunggal dari apapun bentuk persatuan aspirasi politik, itu sama halnya dengan memfitnah Pancasila. Bisa karena mereka tidak mengerti apa itu Pancasila, bisa juga karena keinginan untuk menang sendiri; sangat berlawanan dengan falsafah dan corak kegotongroyongan bangsa Indonesia. Jelasnya, itu bukan aspirasi politik bangsa Indonesia; itu adalah serangan ideologi dari luar Indonesia

kata bijak menyuarakan.




KENDATI CORONG INI BERWARNA MERAH, TAPI MENYUARAKAN ANEKA WARNA


Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh

Lagu anak TK itu benar, bahwa pelangi itu indah, karena ciptaan Tuhan

  Tidak, Indonesia Raya tidak satu warna, INDONESIA ITU tempat bermukimnya banga yang warna warni

                                   Upaya membuat Indonesia Raya sewarna selalu menuai kegeggalan

                                                      Berbagi lebih mulia daripada menguasai

Pidato Bung Karno di Kongres GMNI

Lenyapkan Sterilitiet Dalam Gerakan Mahasiswa

PIDATO TERTULIS PYM PRESIDEN SUKARNO PADA KONFERENSI BESAR GMNI DI KALIURANG JOGJAKARTA, 17 FEBRUARI 1959.
Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat dengan Konferensi Besar GMNI ini.
Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme. Apa sebab saya gembira?
Tidak lain dan tidak bukan, karena lebih dari 30 tahun yang lalu saya juga pernah memimpin suatu gerakan rakyat -suatu partai politik- yang asasnya pun adalah Marhaenisme.
Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. Rumusannya adalah sebagai berikut: Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan “tegelijk”, menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme. Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.
Dan siapakah yang saya namakan kaum Marhaen itu? Yang saya namakan Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat: yang telah dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur: Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum Marhaenis? Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.
Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme seperti yang saya jelaskan di atas tadi. Camkan benar-benar: setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen!
Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu saya kemukakan kepada Konferensi Besar GMNI dewasa ini?
Karena saya tahu, bahwa dewasa ini ada banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu.
Saya harapkan mudah-mudahan kata sambutan saya ini saudara camkan dengan sungguh-sungguh, dan saudara praktikkan sebaik-baiknya, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen.
Sebab tanpa massa Marhaen, maka gerakanmu akan menjadi steril! Karena itu:
Lenyapkan sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa! Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen! Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni! Dan agar yang tidak murni terbakar mati!
Sekian dulu, dan sekali lagi saya ucapkan selamat kepada Konferensi Besar GMNI, dan mudah-mudahan berhasillah Konferensi Besar ini.
Jakarta, 17 Februari 1959
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/ PEMIMPIN BESAR REVOLUSI
SUKARNO BAPAK MARHAENISME
sumber: http://marhaenis.org

METODE ANALISIS SWOT


METODE ANALISIS SWOT
Yang dimaksud dengan analisis SWOT adalah suatu cara menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih menguntungkan. Dalam analisis faktor-faktor internal dan eksternal akan ditentukan aspek-aspek yang menjadi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), kesempatan (Opportunities), dan yang menjadi ancaman (Treathment) sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan (Freddy Rangkuti, 2005:19).
Dalam Pengelolaan dan pengembangan suatu aktifitas memerlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Sebagai persiapan perencanaan, agar dapat memilih dan menetapkan strategi dan sasaran sehingga tersusun program-program dan proyek-proyek yang efektif dan efisien maka diperlukan suatu analisis yang tajam dari para pegiat organisasi. Salah satu analisis yang cukup populer di kalangan pelaku organisasi adalah Analisis SWOT.
Istilah SWOT dari perkataan :
  • Strength (kekuatan)
  • Weakness (kelemahan)
  • Opportunities (kesempatan)
  • Threats (Ancaman)
Maksud dari analisis SWOT ini ialah untuk meneliti dan menentukan dalam hal manakah “lembaga:
  1. Kuat (sehingga dapat dioptimalkan )
  2. Lemah(sehingga dapat segera dibenahi)
  3. Kesempatan-kesempatan di luar (untuk dimanfaatkan)
  4. Ancaman-ancaman dari luar (untuk diantisipasi)
Langkah – Langkah Analisis Data dalam analisis SWOT
Langkah penelitian ini akan menerangkan bagaimana analisis dilakukan, mulai dari data mentah yang ada sampai pada hasil penelitian yang dicapai. Dalam penelitian ini, langkah-langkah analisis data dilakuka sebagai berikut:
  1. Melakukan pengklasifikasian data, faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal organisasi, peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal organisasi. Pengklasifikasian ini akan menghasilkan tabel informasi SWOT.
  2. Melakukan analisis SWOT yaitu membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal organisasi Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weakness).
  3. Dari hasil analisis kemudian diinterpretasikan dan dikembangkan menjadi keputusan pemilihan strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Strategi yang dipilih biasanya hasil  yang paling memungkinkan (paling positif) dengan resiko dan ancaman yang paling kecil.
Analisis SWOT terdiri dari empat langkah, yaitu:
  1. Memilih bidang usaha
Pada saat pendirian perusahaan, bidang usaha harus dipilih berdasarkan keahlian terbaik pendiri perusahaan. Analisis SWOT tidak dilakukan sekali dalam hidup perusahaan, maka menjadi beralasan untuk memilih bidang usaha sebagai langkah pertama dalam melakukan analisis SWOT.
  1. Analisis Kesempatan dan ancaman
Analisis kesempatan dan ancaman dilakukan dengan mempelajari lingkungan perusahaan berada yang mencakup unsur-unsur berikut:
ü      Politik
Hal hal yang harus diperhatikan antara lain: ideologi negara, stabilitas pemerintahan, perundangan, desentralisasi yang berkaaitan dengan perizinan usaha, sikap pemerintah terhadap industri, deregulasi ekonomi dan sebagainya.
ü      Sosial dan Budaya
Hal ini menyangkut nilai dan sikap yang dianut masyarakat, karakteristik demografi penduduk, agama, sikap masyarakat terhadap industri, dan sebagainya.

ü      Ekonomi
Yaitu fasilitas memperoleh dana, tingkat upah, pendapatan, persentse pengeluaran atas pendapatan, tingkat bunga, perpajakan, kurs mata uang, kebijakan valas, dan sebagainya.
ü      Teknologi
Tingkat teknologi mempengaruhi cara berproduksi. Tingkat teknologi tidak hanya mempengaruhi penggunaan jumlah tenaga kerja, tetapi juga memberi kesempatan pada pengusaha asing untuk mengenalkan teknologinya.
  1. Menentukan Faktor Penentu Sukses
Faktor penentu sukses ditetapkan dengan jalan mempelajari persaingan dalam industri. Tingkat persaingan menjadi tinggi kalau:
  • Di dalam industri terdapat perusahaan yang besarnya hampir sama. Kalau sebuah perusahaan menaikkan penjualan, maka perusahaan lain akan segera merasakannya. Jumlah perusahaan dalam industri ditentukan oleh tingkat kesukaran untuk masuk dalam industri.
  • Pertumbuhan industri melamban. Perusahaan dapat menikmati pertumbuhannya tanpa merebut pasar industri lain jika pertumbuhan permintaan dalam sebuah industri pesat.
  • Perusahaan harus bekerja dengan kapasitas penuh agar tetap dapat hidup. Hal ini mengakibatkan perusahaan cenderung untuk merebut pasar perusahaan lain.
  • Hasil produksi perusahaan tidak berbeda. Seragamnya produk di pasaran akan meningkatkan persaingan.
  • Globalisasi. Efek dari globalisasi adalah perusahaan dapat melakukan subsidi silang, hal ini mengakibatkan persaingan menjadi tajam.
  • Barang substitusi. Adanya barang pengganti akan meningkatkan persaingan.
  • Monopsoni. Beragamnya penjul dengan pembeli yang hanya beberapa atau bahkan hanya satu mengakibatkan persaingn semakin tajam.

  1. Kekuatan dan Kelemahan Perusahaan
Kekuatan dan kelemahan perusahaan ditentukan dengan membandingkan antara kesempatan dan ancaman disatu pihak dengan faktor penentu sukses di pihak lain.
Langkah langkah yang diperlukan adalah:
  • Mengidentifikasi faktor penentu sukses
  • Membuat profil sumber daya perusahaan
  • Membandingkan profil sumber daya perusahaan dengan faktor penentu sukses
  • Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan
  • Membandingkan kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan perusahaan lain
  • Memusatkan perhatian pada sumber daya perusahaan yang lebih kuat maupun lebih lemah dari perusahaan lain.
Misi
Misi adalah bidang atau kegiatan terbaik yang mampu dilakukan perusahaan. Hal ini berfungsi untuk pedoman bagi perusahaan khususnya manajemen untuk memusatkn kegiatannya. Jika misi terlalu luas, maka tidak dapat dijadikan sebagai pedoman sedangkan jika terlalu sempit, perusahaan tidak dapat memanfaatkaan peluang yang timbul. Cara yang tepat dalam merumuskan misi adalah dengan memperhatikan produk/ jasa yang diperlukan konsumen, kelompok konsumen yang memerlukan produk/ jasa serta tekhnologi untuk memenuhi keperluan konsumen.
Falsafah
Falsafah perusahaan adalah nilai, kepercayaan dan prasetia perusahaan. Falsafah perusahaan berfungsi sebagai :
  1. Rambu-rambu bagi perilaku, baik bagi pegawai maupun perusahaan.
  2. Landasan bagi budaya peusahaan.
  3. Falsafah perusahaan merupakan salah satu komponen budaya perusahaan, terkadang diringkas pada sebuah slogan.
Kebijakan
Kebijakan adalah ketentuan ketentuan yang dirumuskan dari falsafah perusahaan dan berfungsi sebagai pedoman untuk melaksanakan falsafah tersebut.
Tujuan
Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai perusahaan. Secara umum bermakna apa yang ingin dicapai tersebut belum dirumuskan secara eksplisit, begitu juga pada saat pencapaiannya.
Sasaran
Sasaran adalah tujuan yang dinyatakan secara eksplisit. Untuk memudahkan pengukuran tingkat pencapaian sasaran, maka pada saat menentukan sasaran harus ditentukan cara mengukur tujuan. Tanpa penentuan cara mengukur kinerja, dapat terjadi silang pendapat dikemudian hari
About these ads